Biologi - Diversifikasi Mikroorganisme


DIVERSIFIKASI MIKROORGANISME, FUNGI, BAKTERI, PROTISTA
Gabrielle Zhe (2101631033)


I.       Tujuan dari praktikum ini adalah mempelajari keanekaragaman mikroorganisme beserta ciri – ciri yang membedakannya.

II.     Metodologi
                            2.1      Alat
·        Mikroskop
·        Silet
·        Kaca objek
·        Cover glass

                            2.2      Bahan
·        Preparat bakteri Streptococcus
·        Preparat sel khamir
·        Preparat Penicillium
·        Preparat Paramecium
·        Preparat Spyrogira  
·        Preparat otot jantung
·        Bawang merah
·        Minyak imersi
·        Aquadest



I.       Hasil dan Pembahasan
4.1.Hasil
Kingdom
Preparat
Gambar
Keterangan
Monera
Streptococcus


Fungi
Sel khamir


Fungi
Penicillium


Protista
Paramecium


Protista
Spyrogyra


Animalia
Otot jantung


Plantae
Akar bawang merah





4.1.Pembahasan
Di bumi ditemukan berbagai jenis makhluk hidup selain manusia. Sehingga bumi merupakan tempat hidup berbagai jenis makhluk hidup. Karena adanya berbagai jenis makhluk hidup, maka muncul perbedaan baik secara fisik, sifat, dan lainnya yang menimbulkan suatu keberagaman yang disebut sebagai diversity atau dikenal dengan keanekaragaman hayati. Keanekaragaman hayati juga diartikan:
      Keseluruhan spesies, genus, ekosistem di dalam suatu wilayah.
     Kekayaan hidup di bumi, jutaan tumbuhan, hewan, dan mikroorganisme, sifat
genetis, & ekosistem yang menjadi lingkungan hidup (WWF, 1989).
      Disebut juga biofilia (Wilson, 1984; Kellert & Wilson, 1993).
Keanekaragaman hayati yang luas membuat ada beberapa jenis pembagian keanekaragaman hayati. Pembagian tersebut berupa keanekaragaman hayati tingkat gen, spesies, dan ekosistem. Keanekaragaman hayati tingkat gen terjadi biasanya karena ada variasi gen dalam suatu spesies. Keanekaragaman hayati tingkat species terjadi karena adanya keberagaman sifat antar species dalam satu famili. Variasi pada tingkat jenis disebabkan jumlah, bentuk, dan susunan kromosom (tempat terdapatnya gen) berbeda, faktor lingkungan, hibridisasi, dan mutasi kromosom (Suharno,dkk, 2007 : 114). Sedangkan keanekaragaman hayati tingkat ekosistem karena adanya perbedaan tempat hidup yang berbeda antar individu. Beranekaragam ekosistem di biosfer merupakan tingkat ketiga keanekaragaman hayati (Campbell, 2010:406-433).
            Menurut (Lawrence, 1964), Taksonomi adalah suatu ilmu yang mempelajari identifikasi, tata nama dan klasiifikasi obyek, dan biasanya terbatas pada obyek biologi. Karena makhluk hidup di bumi sangatlah luas dan beragam, maka taksonomi sangatlah dibutuhkan. Hal ini agar berbagai makhluk hidup dapat dikenali dengan mudah dan cepat. Hal ini karena taksonomi mengelompokan suatu individu secara detail dan akurat karena adanya tingkatan takson yang telah disusun.
            Saat dilakukan pengelompokan, maka makhluk hidup tersebut sedang diklasifikasi berdasarkan urutan takson yang ada. Karena menurut Rideng (1989), klasifikasi adalah pembentukan takson-takson dengan tujuan mencari materi keseragaman dalam keanekaragaman. Dikatakan pula bahwa klasifikasi adalah penempatan organisme secara berurutan pada kelompok tertentu (takson) yang didasarkan pada perbedaan dan persamaan. Urutan taksonomi tersebut adalah kingdom (kerajaan), division / phylum (divisi), class (kelas), ordo (bangsa) , genus (marga), species (jenis).
            Namun pada awalnya, taksonomi hanya dibagi menjadi monera, Protista, fungi, plantae, dan animalia. Bahkan sebelumnya, hanya dibagi menjadi plantae dan animalia. Plantae merupakan individu yang umumnya mampu membuat makanannya sendiri. Hal ini karena adanya klorofil pada selnya. Sedangkan plantae adalah individu yang tidak mampu membuat makanannya sendiri karena tidak memiliki klorofil. Namun seiring perkembangan waktu, muncul klasifikasi yang baru. Tidak semua makhluk hidup berklorofil menjadi plantae.
Plantae hanya dibagi menjadi tiga yaitu tumbuhan tidak berpembuluh dan tumbuhan berpembuluh (Campbell,1998:550). Dimana mereka semua memiliki plantae, bergerak pasif, dan mengandung selulosa sebagai lapisan dinding selnya. Sehingga bentuk sel tumbuhan umumnya memiliki bentuk yang tetap dan kokoh. Selain itu, sel tumbuhan memiliki inti dan membrane serta strukturnya yang kompleks, terutama pada tumbuhan tingkat tinggi. Contoh tumbuhan tingkat tinggi adalah Contohnya adalah Angiospermae (Tumbuhan berbunga) dan Gimnospermae. Pada tumbuhan berbiji, biji menggantikan spora sebagai cara utama penyebaran keturunan. Gimnospermae memilik empat divisi yaitu sikad, ginkgo, gnetofit, dan conifer (Campbell, dkk, 2003 : 182).
            Sedangkan animalia, tidak semuanya adalah anggota animalia. Umumnya sel hewan memiliki struktur yang kompleks. Namun tidak memiliki dinding sel, sehingga bentuk selnya tidak akan kokoh dan tidak memiliki bentuk. Pada bagian sel yang tidak terlihat, umumnya sel hewan memiliki sentriol yang bergua dalam pembelahan sel. Selain itu, data genetic dari sel hewan hanya terdapat pada inti sel. Selain itu animalia bergerak aktif, karena pergerakannya terlihat dengan jelas, yaitu adanya perpindahan tempat / posisi.  
            Sehingga muncul berbagai perkembangan lainnya. Monera adalah contoh prokariota. Bakteria dan arkhae merupakan dua cabang utama evolusi prokariota. Prokariota merupakan organisme yang paling mudah berkembang biak dan memperbanyak populasinya. Prokariota dapat bertahan hidup di habibat yang terlalu panas, terlalu dingin, terlalu asin, terlalu asam, ataupun terlalu basa untuk eukariota apapun (Campbell, dkk, 2003  : 105 ). Sehingga bakteri merupakan individu terbanyak di muka bumi. Umumnya sel berupa struktur kompleks dan tidak memiliki inti sel / membrane inti sel. Sel pada kelompok in umumnya terdapat peptidoglikan. Hal ini dapat dibuktikan pada proses pewarnaan gram.
Protista adalah eukariota yang paling beraneka ragam. Protista bersifat eukariotik, bahkan protista yang paling sedehana sekalipun jauh lebih kompleks dibandingkan dengan prokariota ( Campbell, dkk, 2003 : 125). Karena sangat sederhana strukturnya, maka Protista dapat diketahui sebagai individu yang uniseluler (Rogers, 2011). Protista bukanlah animalia / tumbuhan / jamur. Namun mereka hanya menyerupai dari ketiga kelompok tersebut. Faktanya, mereka menjadi ambigu karena mereka eukariot, namun mereka termasuk dalam eukariot (Rogers, 2011).
            Fungi merupakan makhluk hidup yang tidak mampu membuat makanannya sendiri layaknya animalia. Namun fungi memiliki dinding sel yang tersusun dari zat kitin. Selain itu, tubuhnya tersusun atas hifa / filament tubular dalam jumlah banyak (Rogers,2011).
            Dari pembagian yang telah dilakukan, terdapat perbedaan eukariotik dan prokariotik. Sebagian besar prokariot berukuran kecil dengan diameter dalam kisaran 1µm dan bersifat uniseluler (Campbell II, 2003: 105-107). Materi genetiknya (DNA) terkonsentrasi pada suatu daerah yang disebut nukleotid, tetapi tidak ada membran yang memisahkan daerah ini dari bagian sel lainnya (Campbell I, 2008: 107). Hal ini karena sel prokariot tidak memiliki membrane inti sel.
            Sebagian besar DNA berada dalam organel yang disebut nukleus, yang dibatasi oleh membran ganda (Campbell I.2008: 107). Artinya sel eukariot memiliki membrane inti sel.  Sel eukariotik umumnya jauh lebih besar dari pada prokariotik (Campbell I. 2008: 107).
            Berdasarkan hasil pengamatan, pada sel Streptococcus terlihat bentuk sel yang bulat. Dari pengamatan , hanya terlihat bagian dinding sel dan sitoplasma. Padahal, berdasarkan ciri umum sel bakteri / prokariotik, terdapat membrane sel, sitoplasma, dinding sel, ribosom, dan materi genetic. Dimana dinding sel berfungsi sebagai penyokong bentuk sel, sitoplasma sebagai pengisi ruang antar sel, ribosom sebagai sintesis protein, dan materi genetic berguna bagi pewarisan sifat.
            Pada pengamatan sel paramecium, terdapat bagian inti sel, membrane sel, sitoplasma, dan alat gerak berupa cilia yang berada di sekeliling sel  paramecium. Struktur ini umumnya dimiliki oleh Protista yang mirip dengan hewan. Biasanya merek memiliki alat gerak agar dapat bergerak aktif.
            Pada pengamatan penicillium, terlihat bagian berupa hifa yang merupakan ciri khas dari kelompok fungi. Hifa yang terlihat bentuknya berupa hifa bersekat. Hal ini sesuai dengan ciri khas hifa pada kelas Ascomycota yang bersekat. Selain itu, pada sel ini terdapat spora sebagai ciri khas dalam perkembangbiakan fungi. Namun pengambilan titik gambar kurang tepat sehingga spora tidak terlihat pada pengamatan ini.
            Pada pengamatan spirogyra, terlihat bagian dinding sel, sitoplasma, kloroplas, dan nucleus serta pirenoid. Seperti Protista mirip tumbuhan umumnya, strukturnya sederhana namun memiliki klorofil untuk fotosintesis. Dinding sel, sitoplasma, dan nukelus memiliki fungsi yang tidak berbeda pada organel umumnya. Yaitu untuk menjaga bentuk sel, mengisi ruang antar sel, dan merupakan pusat informasi sel. Kloroplas berfungsi sebagai fotosintesis karena mengandung pigmen klorofil. Sedangkan pirenoid adalah tempat untuk mengkonversi dan menyimpan energy menjadi amilum.
            Pada pengamatan jaringan otot hewan, terlihat inti sel yang berada di tengah dan membrane sel. Bentuk selnya bercabang dan sedikit ada lurik. Sel yang diamati terlihat seperti sel otot jantung pada umumnya. Membrane sel memiliki fungsi sebagai pelindung jaringan dan tempat transfer zat. Sedangkan inti sel menjadi kontrol aktivitas sel otot jantung.
            Pada pengamatan sel bawang, terlihat sitoplasma, membrane sel, dan dinding sel. Seperti ciri tumbuhan pada umumnya yang memiliki dinding sel. Sehingga terlihat bentuk sel pada jaringan tumbuhan sangat teratur. Pada jaringan bawang teramati berwarna keunguan. Hal ini karena bawang merah memiliki pigmen layaknya tumbuhan, namun terdapat pigmen aksesori di samping pigmen hijau.
            Pada pengamatan sel khamir, terlihat dinding sel dan sitoplasma. Padahal sel khamir merupakan sel fungi, yang umumnya terlihat hifa. Mereka terlihat berkumpul seperti koloni. Meskipun demikian, sel khamir tetap masuk ke dalam golongan fungi.



I.       Daftar Pustaka

Kellert, S. R. & Wilson, E. O. (1993, Eds.).The Biophilia Hypothesis. Washington, DC: Island Press
       
Lawrence, G. H. M. (1964). Taxonomi of Vascular Plants. New York: The Macmillan Company

Neil, A Campbell, dkk. (2003). Biologi jilid III. Jakarta: Erlangga

Neil, A Campbell, dkk. (2008). Biologi jilid I. Jakarta: Erlangga

Suharno, dkk. (2007). Biologi Jilid 1. Jakarta : Erlangga

Rogers, Kara. (2011). Fungi, Algae, and Protists. Britania : Britannica Educational Publishing

WWF. (1989). The Importance of Biological Diversity. WWF, Gland, Switzerland

Comments

Popular posts from this blog

Osilasi

Kalori