Biologi - Difusi Osmosis
DIFUSI DAN OSMOSIS
Gabrielle Zhe (2101631033)
I. Tujuan dari praktikum ini adalah mengamati
peristiwa osmosis yang terjadi pada sel serta mengamati pengaruh peristiwa
osmosis terhadap bentuk sel.
II. Metodologi
2.1
Alat
·
Gelas
ukur
·
Gelas
kimia
·
Mistar
·
Stopwatch
·
Mikroskop
·
Gelas
Objek
·
Cover
glass
·
Silet
2.2
Bahan
·
Kentang
yang sudah berbentuk silinder
·
Bawang
merah
·
Tissue
·
Aquadest
·
Minyak
imersi
·
NaCl
40 % & Sukrosa 50 %
III.
Hasil
dan Pembahasan
3.1 Hasil
3.1.1
Tabel
perubahan ukuran jaringan akibat osmosis
Larutan
|
Panjang
|
Diameter
|
Volume
|
|||
Awal
|
Akhir
|
Awal
|
Akhir
|
Awal
|
Akhir
|
|
Sukrosa 50 %
|
5 cm
|
4.8 cm
|
1 cm
|
1 cm
|
5 mL
|
3 mL
|
5 cm
|
5 cm
|
1 cm
|
1 cm
|
4 mL
|
3 mL
|
|
NaCl 40 %
|
5 cm
|
4.7 cm
|
1 cm
|
0.9 cm
|
4 mL
|
3 mL
|
5 cm
|
5 cm
|
1 cm
|
0.9 cm
|
4 mL
|
2 mL
|
3.1.2 Tabel perubahan bentuk jaringan akibat osmosis
Larutan
|
Gambar
|
Perbesaran
|
Keterangan
|
Aquadest
|
|
100 x
|
Bentuk jaringan seperti jaringan
pada umumnya terdapat dinding sel dan sitoplasma
|
Sukrosa
|
|
100 x
|
Bentuk jaringan tidak terlihat
berbeda dibanding dengan jaringan yang ditetesi aqudest
|
NaCl
|
|
100 x
|
Bentuk jaringan seperti terjadi
pengeluaran cairan sitoplasmanya, terlihat jelas hanya dinding sel
|
3.1 Pembahasan
Dalam
makhluk hidup, tentunya terjadi adanya pertukaran cairan. Hal ini karena adanya
sel yang menyusun tubuh kita. Sel memiliki membrane sel yang mampu melakukan
proses transport zat. Terdapat dua proses fisiokimia yang penting yaitu difusi
dan osmosis (Volk dan Wheeler, 1988).
Menurut
Campbell (2010: 143), difusi merupakan pergerakan zat terlarut yang terjadi
secara spontan (tanpa menggunakan energi) yang menuruni gradiennya dari daerah
berkonsentrasi tinggi ke daerah berkonsentrasi rendah. Difusi umumnya lebih
bebas dalam melakukan keseimbangan. Hal ini karena mereka bergerak spontan,
meskipun terkadang ada beberapa yang harus melakukan difusi dipermudah dengan
protein pembawa / saluran protein. Sehingga zat seperti molekul organik,
mineral, dan lainnya dapat bergerak menyebar dengan bebas.
Menurut
Suyitno (2014: 5), difusi dapat terjadi karena adanya gerakan molekul dan
potensial kimia yang berbeda. Difusi dipengaruhi oleh suhu, konsentrasi zat,
tekanan, kecepatan gerak kinetik, partikel adsorptif dan permeabilitas membran.
Reaksi difusi dapat menjadi cepat apabila suhunya ditingkatkan, konsentrasi
yang besar, membrane tipis, dan partikel mudah diserap.
Menurut
Campbell (2008: A-26), osmosis merupakan difusi air melalui membran yang
selektif permeabel. Dengan kata lain, yang berpindah dalam osmosis adalah air
antara lingkungan dan bagian dalam sel. Perpindahannya pun terbatas karena
adanya membrane yang semipermeable. Sehingga zat yang masuk hanya terbatas. Menurut
Lakitan (2001), faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan osmotik larutan adalah
:
·
Konsentrasi
: peningkatan konsentrasi larutan mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan
osmosis.
·
Ionisasi
molekul terlarut : tekanan osmosis.
·
Hidrasi
molekul terlarut : air yang berikatan dengan molekul terlarut disebut hidrasi
air. Hidrasi air dapat meningkatkan tekanan osmosis.
·
Temperatur
: tekanan osmosis meningkat seiring dengan peningkatan temperatur.
Kentang
merupakan tanaman umbi-umbian dan tergolong tanaman
berumur
pendek. Umbinya berawal dari cabang samping yang masuk ke dalam
tanah,
yang berfungsi sebagai tempat menyimpan karbohidrat sehingga bentuknya
membengkak
(Aini, 2012). Kentang mengandung mineral natrium dengan kadar alkalin yang
cukup tinggi dan dapat berfungsi untuk meningkatkan pH yang terlalu asam di
dalam tubuh. Hal ini akan membuat aktivitas hati menjadi lebih baik, jaringan
menjadi elastis, dan otot menjadi lentur (Hidayat, 2009). Namun tetap kandungan
karbohidrat yang lebih tinggi dibandingkan yang lainnya. Dalam 100 gram kentang
terdapat 19.1 gram karbohidrat, sedangkan mineral hanya 1 gram (Nio, 1992).
Sukrosa
merupakan disakarida yang tersusun atas sebuah α-D-glucophyranosil dan
β-D-fructofuranosyl yang berikatan antar ujung reduksinya. Sukrosa tidak
mempunyai ujung pereduksi sehingga termasuk dalam gula non pereduksi (Fennema,
1996). Jadi sukrosa bisa dikatakan sebagai bentuk disakarida pada karbohidrat. Sukrosa
mempunyai sifat sedikit higroskopis dan mudah larut dalam air. Semakin tinggi suhu,
kelarutannya semakin besar (Ranggono, 1990). Oleh karena itu, sukrosa mudah
larut dalam air, namun kemampuan untuk menyerap / menarik airnya rendah.
NaCl
merupakan slaah satu senyawa ionic. Hal ini karena NaCl memiliki karakter yang
sama dengan senyawa ionic umumnya. Daya tarik
menarik di antara ion-ion yang bermuatan berlawanan merupakan suatu ikatan ion
(Brady, 1999). Seperti yang kita tahu, senyawa ionic tentunya memiliki
ketidakmerataan electron diantara kedua ujungnya. Oleh karena itu sifat dari
ionic adalah polar. Oleh karena itu senyawa ionic akan mudah untuk larut dengan
pelarut polar seperti air. Namun senyawa ionic tidak akan larut dalam pelarut
non polar. Natrium klorida dikenal sangat mudah larut dengan air. Hal ini
karena ikatan ion Na+ dan Cl- mudah berikatan H+
dan OH- dibandingkan molekul air berikatan. Hal ini karena air
kurang kuat ikatannya.
Pada
percobaan pertama, peristiwa membuat adanya perubahan ukuran pada kentang. Hal
ini karena larutan sukrosa dan larutan natrium klorida merupakan laruta yang
sifatnya hipertonis terhadap kentang. Meskipun kentang memiliki kandungan
karbohidrat dan natrium, kandungannya masih lebih tinggi pada larutan. Hal ini
menyebabkan adanya perpindahan cairan dari sel ke lingkungan agar terjadi
keseimbangan antara lingkungan dengan sel / jaringan. Oleh karena itu ukuran
dan volumenya berkurang akibat cairan pada kentang keluar dari selnya. Namun
terdapat perbedaan penyusutan antara kentang yang berada di larutan sukrosa
dengan larutan natrium klorida. Penyusutan terjadi lebih besar pada kentang
yang berada di larutan natrium klorida dibandingkan dengan kentang yang berada
di larutan sukrosa. Hal ini karena sifat natrium klorida yang merupakan senyawa
ion. Sehingga daya larut di dalam air juga lebih besar dibandingkan dengan
sukrosa. Sehingga natrium klorida menarik lebih banyak cairan dalam waktu yang
sama untuk melarutkan dirinya agar seimbang. Sedangkan sukrosa termasuk senyawa
kovalen yang kurang polar. Sehingga kemampuan dirinya untuk larut tidak terlalu
cepat. Meskipun konsetrasi sukrosa cukup pekat. Sehingga penarikan cairan dari
jaringan kentang berlangunsung lebih lambat. Sehingga penyusutan yang dialami
kentang tidak sebesar kentang yang berada pada larutan natrium klorida.
Untuk
percobaan kedua, mengamati perubahan bentuk sel akibat osmosis, kita memiliki 3
larutan. Larutan yang digunakan untuk menjadi pelapisnya adalah aquadest,
larutan sukrosa, dan larutan natrium klorida. Pengamatan pada aquadest
menghasilkan bayangan dari jaringan bawang merah yang normal. Hal ini karena
aquadest isotonis terhadap kentang meskipun sebenarnya sedikit hipotonis. Lalu
pada pengamatan dengan menggunakan larutan sukrosa menghasilkan bayangan yang
tidak begitu terlihat berbeda bentuknya. Sedangkan pada larutan natrium klorida
terjadi perubahan bentuk. Bentuk jaringan menjadi lebih kisut. Hal ini karena
adanya perpindahan cairan dari dalam sel ke larutan natrium klorida. Sedangkan
pada larutan sukrosa juga terjadi, namun kemampuan menyerap air tidak terlalu besar,
sehingga bentuk sel pada bawang merah di larutan sukrosa tidak terlihat
sigifikan perbedaannya.
Aini, K.H., 2012. Produksi tepung
kentang. Skripsi. UPI- Jakarta
Brady, J. E. 1999. Kimia Universitas
Asas dan Struktur. Binarupa Aksara. Bandung
Campbell, Neil A. 2008. Biologi Edisi
Kedelapan Jilid 3. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Campbell, N.A., J.B. Reece, & L.
G. Mitchell. 2010. Biologi. Edisi ke-8. Terj. Dari: Biology. 8th ed. oleh
Manulu, W. Jakarta: Erlangga.
Fennema, O. R. 1996. Food Chemistry.
Third Edition. University of Wiscorsin Madison. New York
Hidayat, B., 2009. Karakterisasi
tepung ubi kayu modifikasi. Jurnal Teknologi
Industri dan Hasil Pertanian. 14:2.
Lakitan, B. 2001. Dasar-Dasar
Fisiologi Tumbuhan. PT Raja Grafindo Persada: Jakarta
Nio, O.K., 1992. Daftar Analisis Bahan
Makanan. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta.
Suyitno. 2014. Osmosis &
Penyerapan Zat Pada Tumbuhan.
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pengabdian/suyitno-aloysius-drs-ms/osmosis-dan-penyerapan-zat-pada-tumbuhan.pdf.
Diakses pada 19 Maret 2017.
Ting, I.P. 1982. Plant Physiology.
Addison Wesley Publishing Company Inc., London.
Tranggono, S., Sutardi, Haryadi,
Suparno, A., Murdiyati, S., Sudarmadji, K., Rahayu, S., Naruki, M., dan Astuti.
1990. Bahan Tambahan Makanan (Food Additive). Pusat Antar Universitas Pangan
Dan gizi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Volk dan Wheeler. 1988. Mikrobiologi dasar. Erlangga: Jakarta.
Comments
Post a Comment